Jam tanganku
menunjukkan pukul 19.38, adzan baru saja selesai dikumandangkan, Setelah
menjalankan kewajiban beribadah kepada Nya, bergegas ku ambil jaket berwarna
biru serta lengan berwarna hitam dan segera kupakai lalu memadukannya dengan
celana jeans biru. 30 menit menunggu, akhirnya temanku yang akan meminjamkan
motornya datang. Tanpa basa basi kami langsung pergi menuju tempat tinggalnya.
Malam ini dia tidak bisa ikut aksi, dengan alasan keadaan kesehatan nya sedang tidak
bagus, jadi ia hanya bisa meminjamkan motor nya kepadaku. Aksiku pada malam ini
adalah mengikuti kegiatan komunitas sosial yang bernama berbagi nasi. Memang,
kegiatan ini baru di Bandar Lampung, pertama dilakukan di Bandung dan diikuti oleh daerah lain selanjutnya.
Aku sudah mengikutinya selama dua kali dan memang baru dua kali komunitas ini melakukan kegiatan yang dilakukan setiap jumat malam. Sesuai dengan namanya, kegiatan ini adalah membagi-bagikan sebungkus rezeki berupa nasi dengan target para tuna wisma yang tidak memiliki tempat untuk bernaung, yang tidur hanya beralaskan bumi dan beratapkan langit atau kepada yang masih bekerja sampai larut malam di Bandar Lampung.
Aku sudah mengikutinya selama dua kali dan memang baru dua kali komunitas ini melakukan kegiatan yang dilakukan setiap jumat malam. Sesuai dengan namanya, kegiatan ini adalah membagi-bagikan sebungkus rezeki berupa nasi dengan target para tuna wisma yang tidak memiliki tempat untuk bernaung, yang tidur hanya beralaskan bumi dan beratapkan langit atau kepada yang masih bekerja sampai larut malam di Bandar Lampung.
Sebelum pergi menuju
Base Camp yang dipusatkan di depan Gedung Sumpah Pemuda Lapangan PKOR Way Halim
Bandar Lampung, aku menjemput seorang teman yang juga ingin ikut MeNaBung atau
Membagikan Nasi Bungkus. Bagi dia ini yang pertama, setelah siap kami langsung pergi menuju Base Camp. 15 menit
perjalanan tiba lah kami di area lapangan PKOR Way Halim dengan segala hingar
bingar kehidupan malamnya. Ternyata beberapa pejuang nasi sudah menunggu.
Pejuang nasi sebutan bagi kami yang turun langsung ke jalan untuk membagikan
bungkusan bungkusan nasi kepada mereka yang membutuhkannya. Dari berbagai
lapisan masyarakat kami terpanggil dan berkumpul membaur menjadi satu. Briefing
dimulai dan dipimpin langsung oleh Jendral untuk regional Lampung.
“Satu, Kami putra putri
berbagi nasi berjanji mempersatukan Indonesia dengan perantara sebungkus nasi.
Dua, kami putra putri berbagi nasi mengaku berbangsa satu, bangsa yang mau
berbagi. Tiga, kami putra putri berbagi nasi menjunjung bahasa persatuan,
bahasa lapar.”
Ada yang cukup menarik
perhatianku malam ini ketika memberikan sedikit rezeki kepada tiga orang tuna
wisma yang memang tinggal di jalur dua menuju Unila. Ya, Seorang Nenek yang
mungkin berumur lebih dari 60 tahun, lalu seorang wanita yang kuperkirakan
berumur diatas 30 tahun, dan seorang balita laki laki. Yang membuatku tertarik
adalah tentang perjalanan hidup beberapa orang yang ternyata tidak memiliki
hubungan darah ini. Fakta yang membuatku sedikit terkejut ini baru saja aku
ketahui ketika seorang pejuang nasi lain memberitahukan kisah hidup mereka.
Nenek yang dahulu
pernah tinggal di Jakarta ini nekat mencari anaknya yang bekerja sebagai buruh
bangunan di sekitaran unila setelah bangunan tempat tinggalnya digusur.
Diperjalanan sang nenek pun bertemu dengan wanita yang aku sebutkan diatas
tadi. Tidak banyak informasi yang aku ketahui dari seorang wanita yang bertemu
dengan sang nenek ini. Setiba di Lampung ternyata kenekatan sang nenek sama
sekali tidak membuahkan hasil. Sanak keluarga sang nenek yang berada di wilayah
lampung lainnya ternyata tidak membolehkan sang nenek untuk ikut menggantungkan
hidup kepada mereka. Bak jatuh tertimpa tangga, kini lengkap sudah penderitaan
sang nenek. Tak lama dari itu sepasang orang tua yang juga membuat hati miris
tega menitipkan Arfan, bayi berusia satu tahun kepada sang nenek dan wanita
tadi. Berdalih akan selalu memberikan biaya hidup kepada anaknya, ternyata hal
itu hanya berlangsung sekitar beberapa bulan, dan orang tua Arfan menghilang
tanpa jejak. Hingga Arfan berusia 5 Tahun seperti saat ini, sang nenek dan
seorang wanita itu lah yang berjuang membesarkan Arfan dan melanjutkan
kehidupan mereka dikerasnya hidup ini.
Malam ini aku benar
benar tersadar, dibalik megahnya panggung sandiwara ini ternyata disekitar kita
masih ada orang orang seperti mereka yang dengan susah payah memperjuangkan
untuk merasakan sesuatu yang bernama hidup. Tidur di beranda ruko, ataupun
trotoar jalanan sudah menjadi sahabat bagi mereka. Susah bagiku membayangkan
betapa dingin bisa meremukkan tubuh tubuh tak berdaya mereka di tengah hening
nya malam. Tak henti-henti nya aku mengucap syukur atas apa yang telah
diberikan oleh Allah yang sudah memberiku kenikmatan luar biasa yang mungkin
masih belum aku syukuri.
Bulan Purnama yang
anggun sedang bersinar seindah-indahnya, Jam menunjukkan pukul 00:48. Habis
sudah semua amunisi nasi bungkus yang akan kami bagikan tadi. Sebelum kembali
kerumah masing masing, Pasar Bambu Kuning menjadi saksi biksu kami malam itu
melakukan evaluasi, semua laporan menyimpulkan bahwa kurangnya target tuna
wisma di wilayah Bandar Lampung masih sedikit, jadi kita dapat bersyukur bahwa
masyarakat Bandar Lampung sudah banyak yang dapat dikatakan memiliki kehidupan
sejahtera, Alhamdulillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar